Afan bukan orator, bukan mahasiswa, dan bukan juga aparat. Ia hanya sedang mencari nafkah, seperti ribuan pengemudi lain yang menembus hiruk-pikuk ibu kota setiap hari. Tetapi takdir menulis lain: langkah kakinya terhenti di aspal panas Pejompongan, ketika sebuah kendaraan taktis Brimob melaju cepat menembus kerumunan.
Detik-Detik yang Membeku
Saksi mata bercerita: Afan sempat panik, terpeleset, dan jatuh. Teriakan warga menggema, “Hati-hati ada orang!” Namun roda baja kendaraan rantis tak berhenti. Tubuh Afan terseret, lalu terlindas. Di tengah hiruk-pikuk, waktu seperti berhenti—dan ribuan pasang mata hanya bisa menatap tak percaya.
Beberapa rekannya sesama ojol mencoba berlari, massa mengepung kendaraan, tetapi semuanya sudah terlambat. Afan akhirnya menghembuskan napas terakhir di RSCM.
Lebih dari Sekadar Angka Korban
Di catatan aparat, mungkin Afan hanya akan tercatat sebagai “korban jiwa akibat kericuhan demo.” Tetapi bagi keluarga, bagi kawan-kawannya yang biasa menunggu order di pinggir jalan, Afan adalah sosok nyata: ayah, anak, atau mungkin tulang punggung keluarga.
Kehilangan ini tidak bisa ditutup dengan konferensi pers, tidak bisa diganti dengan sekadar ucapan belasungkawa. Karena yang hilang bukan hanya nyawa, tapi juga harapan—tentang jalan pulang, tentang rezeki hari itu, tentang mimpi sederhana yang terputus di tengah aspal ibu kota.
Pesan dari Jalanan
Tragedi ini memberi kita cermin. Demo yang awalnya soal tuntutan politik berubah menjadi tragedi kemanusiaan. Pertanyaannya, apakah kita rela keamanan di negeri ini diukur dengan berapa banyak korban yang jatuh? Apakah sebuah kendaraan baja harus melindas warga sipil yang bahkan bukan bagian dari kericuhan?
Di satu sisi, masyarakat belajar bahwa di jalanan ibu kota, siapa pun bisa jadi korban—bahkan mereka yang hanya ingin bekerja. Di sisi lain, negara diuji: apakah keberanian aparat hanya diukur dari keberanian menginjak gas, atau dari keberanian menahan diri demi nyawa rakyat?
Penutup
Kini, nama Afan Kurniawan mungkin akan terngiang sebentar di lini masa media sosial, jadi headline selama beberapa hari, lalu tenggelam dalam banjir berita baru. Tetapi bagi mereka yang hadir di Pejompongan hari itu, bayangan seorang ojol yang jatuh di bawah roda baja akan tetap membekas.
Dan untuk kita semua, semoga tragedi ini bukan sekadar kabar duka, melainkan pengingat bahwa setiap nyawa rakyat jauh lebih berharga dari logam apa pun yang melintas di jalanan.
0 Komentar
Setiap kata dari anda adalah motivasi bagi blog ini untuk menjadi lebih baik.