Konon, di sebuah kota kecil ada dua sahabat lama, seorang dari Tiongkok dan seorang dari Arab. Mereka berdua pernah berbisnis bersama, tetapi sayangnya usaha mereka bangkrut. Setelah lama berpikir, keduanya sepakat untuk membuka pelayanan kesehatan sesuai tradisi masing-masing.
Maka, si sahabat dari Tiongkok membuka praktek sebagai sinshe, sedangkan sahabat dari Arab membuka praktek sebagai tabib.
Awalnya, mereka sama-sama semangat. Namun, setelah seminggu berjalan, keadaan mulai timpang. Praktek sang tabib sepi pasien, sementara pasien si sinshe justru ramai sekali sampai antri di luar.
Melihat hal itu, sang tabib mulai memutar otak. Ia tidak mau kalah. Akhirnya ia membuat strategi baru dengan memasang pengumuman besar di depan tempat prakteknya:
"Jika Tidak Sembuh, Uang Kembali Tiga Kali Lipat!"
Sontak, pengumuman itu menarik perhatian banyak orang. Pasien berdatangan, karena mereka merasa tak ada ruginya mencoba.
Melihat taktik tersebut, si sinshe merasa kesal. “Haiyaa, kalau begitu owe bisa pura-pura sakit, lha. Kalau tidak sembuh, bisa dapat uang tiga kali lipat. Lumayan!” gumamnya sambil menyusun rencana.
Putaran Pertama: Mati Rasa
Keesokan harinya, sinshe itu datang ke tempat praktek tabib sambil mengeluh.
Sinshe: “Haiyaa tabib, tolong owe. Owe punya lidah sudah mati rasa. Setiap makan, owe tidak bisa lagi rasakan apa-apa.”
Tabib tersenyum tenang.
Tabib: “Ana fikir gampang sekali. Ini bisa sembuh.”
Ia lalu memanggil asistennya.
Tabib: “Hasaaaan! Cepat ente bawa obat nomor 14!”
Tak lama, Hasan pun datang membawa sebuah botol kecil. Obat itu diberikan pada si sinshe. Begitu dimakan, tiba-tiba sinshe terkejut.
Sinshe: “Haiyaaa! Ini bukan obat, tapi rasanya aneh sekali! Seperti kotoran ayam!”
Tabib tersenyum puas.
Tabib: “Nah, betul sekali. Itu artinya ente sudah bisa merasakan kembali. Jadi sudah sembuh, kan?”
Sinshe pun pulang dengan wajah kesal. Ia merasa kalah cerdas oleh si tabib.
Putaran Kedua: Pura-Pura Pikun
Namun, sinshe tidak menyerah. Ia kembali memutar otak. “Haiyaa, kalau begitu owe pura-pura sakit lain saja. Kali ini owe akan bilang lupa semua hal. Biar tabib pusing cari obatnya!”
Beberapa hari kemudian, ia datang lagi.
Sinshe: “Haiyaaa tabib, sekarang owe sakit lain. Owe lupa semua hal, kepala kosong sekali. Tolong owe, lha…”
Tabib tetap tenang.
Tabib: “Gamfang. Ana punya obat mujarab untuk ini.”
Lalu ia kembali memanggil asistennya.
Tabib: “Hasaaaan! Cepat ente bawa obat nomor 14 lagi!”
Mendengar itu, sinshe langsung melompat kaget.
Sinshe: “Haiyaaa jangan! Owe ingat betul itu obat nomor 14! Itu rasanya tidak enak sekali!”
Tabib pun tersenyum lebar sambil berkata:
Tabib: “Nah, berarti ente sudah sembuh dari lupa ente. Karena kalau benar-benar lupa, ente pasti tidak ingat obat itu!”
Kali ini sinshe benar-benar terdiam. Ia sadar bahwa akalnya selalu kalah satu langkah dari kecerdikan sang tabib.
Pelajaran dari Cerita
Akhirnya, sinshe hanya bisa tertawa kecut. Walaupun awalnya berniat mencari keuntungan dari kelemahan sahabatnya, ternyata ia malah belajar bahwa tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan tipu daya. Kadang, kecerdikan yang tulus lebih unggul dari akal-akalan.
Dan sejak saat itu, keduanya tetap bersahabat, meski tetap saling menguji kecerdikan satu sama lain.

0 Komentar
Setiap kata dari anda adalah motivasi bagi blog ini untuk menjadi lebih baik.