Nadiem Makarim Menteri Pendidikan yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Chromebook - Marwansya Blog

Adsense 728x90

Nadiem Makarim Menteri Pendidikan yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Chromebook


Nama Nadiem Anwar Makarim selama ini identik dengan inovasi. Sebagai pendiri Gojek, ia dikenal sebagai sosok muda yang membawa gebrakan besar dalam dunia transportasi berbasis aplikasi. Saat Presiden Joko Widodo menunjuknya menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2019, banyak pihak berharap dunia pendidikan Indonesia akan disentuh dengan semangat perubahan yang sama.

Namun, pada September 2025, harapan itu berubah menjadi sorotan tajam. Nadiem resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai ada indikasi kuat bahwa program digitalisasi sekolah yang semula digadang-gadang sebagai lompatan pendidikan justru menjadi ladang praktik menyimpang yang merugikan negara hingga Rp 1,98 triliun.


Program Digitalisasi Sekolah dan Chromebook

Sejak awal menjabat, Nadiem menggulirkan program “Merdeka Belajar”. Salah satu aspek pentingnya adalah digitalisasi sekolah: siswa di seluruh Indonesia diharapkan bisa mengakses materi pembelajaran dengan perangkat digital. Dari sinilah muncul proyek pengadaan Chromebook laptop berbasis Chrome OS yang dikembangkan Google.

Anggaran yang digelontorkan tidak main-main, mencapai Rp 9,9 triliun untuk periode 2019–2023. Data resmi menyebutkan lebih dari 77 ribu sekolah telah menerima perangkat ini, dengan tingkat distribusi mencapai 97 persen pada tahun 2023. Dari sisi pencapaian, program ini terlihat sukses. Namun, di balik itu, penyidik menemukan berbagai kejanggalan.


Dugaan Manipulasi Regulasi

Kejagung menyebutkan, inti masalah bukan hanya soal distribusi, melainkan pada spesifikasi teknis dalam peraturan menteri yang mengatur pengadaan. Permendikbud yang ditandatangani Nadiem disebut-sebut “mengunci” pilihan perangkat pada Chromebook, meskipun ada kajian internal yang merekomendasikan alternatif laptop lain dengan sistem operasi berbeda yang lebih sesuai dengan kondisi infrastruktur internet di daerah terpencil.

Artinya, sejak awal, aturan sudah diarahkan agar hanya produk tertentu yang bisa masuk e-katalog. Ini membuka jalan bagi dugaan kolusi antara pejabat kementerian, vendor, dan pihak luar yang berkepentingan.


Jaringan Tersangka dan Peran Mereka

Sebelum Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat tersangka :


1. Jurist Tan, staf khusus menteri, diduga berperan mengatur jalannya kebijakan teknis.


2. Ibrahim Arief, konsultan teknologi, yang disebut membantu menyusun analisis agar sejalan dengan kepentingan tertentu.


3. Sri Wahyuningsih, pejabat di Direktorat Sekolah Dasar.


4. Mulyatsyah, pejabat di Direktorat Sekolah Menengah Pertama.


Keempatnya dianggap ikut merancang dan mendorong pengadaan Chromebook, bahkan sampai membuat petunjuk teknis yang mempersempit ruang pilihan sekolah. Penetapan Nadiem sebagai tersangka membuat lingkaran kasus ini kian melebar dan menimbulkan dampak politik yang besar.


Respon dan Pernyataan Nadiem

Dalam proses penahanannya di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Nadiem tampil dengan wajah serius namun tetap tenang. Kepada awak media, ia menyampaikan pernyataan singkat :


  • “Saya tidak melakukan apa-apa. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar.”


Ia menegaskan bahwa integritas dan kejujuran adalah prinsip hidup yang selalu ia pegang. Baginya, program Chromebook adalah bagian dari cita-cita besar untuk membawa pendidikan Indonesia lebih dekat ke dunia digital. Ia juga menekankan bahwa manfaat program ini nyata, terbukti dari distribusi perangkat ke puluhan ribu sekolah di berbagai daerah.


Reaksi Publik dan Dampak Politik

Kasus ini langsung menjadi perhatian publik. Banyak pihak kecewa karena proyek yang seharusnya membuka akses pendidikan justru dicurigai sarat kepentingan. Di sisi lain, ada juga yang mempertanyakan apakah benar Nadiem adalah aktor utama, atau hanya “terjebak” dalam pusaran birokrasi dan permainan vendor besar.

Partai politik, akademisi, hingga organisasi guru ikut bersuara. Sebagian menilai kasus ini harus dibuka terang-benderang, tanpa pandang bulu. Sementara yang lain mengingatkan bahwa kasus ini jangan sampai menghambat proses digitalisasi pendidikan, yang masih sangat dibutuhkan di era pasca-pandemi.


Jejak Digital dan Bayangan Masa Depan

Pengadaan Chromebook tidak bisa dilepaskan dari kerja sama besar dengan perusahaan teknologi global. Langkah ini pada awalnya dipandang sebagai upaya strategis agar Indonesia tidak tertinggal dalam transformasi digital. Namun, kasus hukum yang kini mencuat memperlihatkan sisi gelap dari praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah: ketika kebijakan diarahkan untuk menguntungkan pihak tertentu, maka yang dirugikan adalah masyarakat luas, khususnya para siswa di pelosok yang sangat membutuhkan perangkat belajar.

Masa depan Nadiem kini berada di persimpangan. Dari seorang ikon inovasi, ia berubah menjadi tersangka korupsi. Proses hukum yang berjalan akan menentukan apakah ia benar-benar terlibat dalam praktik menyimpang, atau justru korban dari sistem yang lebih besar.


Penutup

Kasus Chromebook yang menyeret Nadiem Makarim adalah potret nyata rapuhnya tata kelola proyek pendidikan di Indonesia. Program yang seharusnya menjadi jembatan menuju masa depan justru mencoreng citra reformasi pendidikan.

Apapun hasil akhirnya, kasus ini akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu skandal terbesar di dunia pendidikan Indonesia. Dan bagi masyarakat, terutama jutaan siswa yang menjadi penerima program, mereka layak mendapatkan kejelasan—bahwa masa depan pendidikan tidak lagi dipermainkan demi keuntungan segelintir orang.

Posting Komentar

0 Komentar